Ketika Firaun mengumpulkan para penyihir dan mereka melemparkan tali dan tongkat, lalu menyihir pandangan mata manusia dan juga Musa, seolah-olah bergerak dan merayap. | quran muslimah
Musa lalu melemparkan tongkatnya yang kemudian memakan semua tali dan milik para penyihir. Para penyihir pada akhirnya yakin bahwa apa yang dibawa nabi Musa adalah kebenaran dan bukan sihir. mereka lalu bersujud di depan mukjizat yang mereka saksikan itu.
Ada beberapa ayat dalam Alquran yang berbicara tentang tema ini dalam beberapa surat. tapi kita tidak mendapatkan satu ayat pun saat berbicara tentang episode ini, menggunakan kata “tsu’baan” atau “hayyah”.
Kita mendapatkan firman Allah dalam konteks ini yang artinya, “lalu kami wahyukan kepada Musa: “sekarang beraksilah dengan tongkatmu!” sekonyong-konyongnya ia itu menelan semua yang mereka lempar.” (QS Ala’raf: 117)
Jika kita Perhatikan dengan seksama, tiga episode itu kita bisa memilah-milah nya. Pada episode pertama, ketika Allah memerintahkan Musa untuk melemparkan tongkatnya saat ia berada di lembah suci, dan tongkat itu berubah menjadi ular (hayyah). Ini merupakan pilihan kata yang tepat karena yang dibutuhkan pada saat itu adalah memperlihatkan mukjizat, bukan dalam konteks memunculkan ketakutan. Karena itu tongkat berubah menjadi ular dengan pilihan kaya “hayyah”.
Sedangkan dalam episode kedua, Nabi Musa berada di hadapan Firaun, makna tongkat Nabi Musa berubah menjadi ular (tsu’baan) dalam konteks untuk meyakinkan Firaun terhadap kebenaran risalah yang dibawa Musa AS. Dalam kamus ternyata kata “tsu’baan” adalah hayyah yang besar atau ular yang besar.
Seperti itulah, semua ayat-ayat yang menggunakan kata “tsu’baan” adalah dalam konteks Ketika Nabi Musa berada di hadapan Firaun.
Akan tetapi episode ke-3, saat Musa berhadapan dengan para penyihir, Alquran sama sekali tidak menyinggung berubahnya tongkat menjadi “tsu’baan” atau “hayyah”. tapi hanya disebutkan bahwa tongkat itu melahap apa yang dilemparkan oleh para penyihir. kenapa?
Mari kita perhatikan lagi lebih teliti, para penyihir itu menipu pandangan manusia yang menjadikan tali yang mereka lempar seperti bergerak dan merayap. Itulah yang digambarkan Alquran: “Lemparkanlah tongkat yang ada di tanganmu itu, niscaya akan ditelan nya apa-apa yang mereka perbuat. Karena apa yang mereka perbuat itu hanyalah keterampilan ilmu sihir belakang. Tukang sihir itu tidak akan berhasil mencapai kemenangan, biar dengan cara bagaimanapun.” (QS Thoha 66) Dalam konteks ini tidak perlu situasi untuk menakut-nakuti perubahan tongkat menjadi “Tsu’baan” (ular besar) atau bahkan “hayyah” (ular kecil). Yang diperlukan hanyalah bagaimana menjadikan tongkat bergerak dan dengan semua tali dan tongkat dalam bentuk sebenarnya. Ini untuk meyakinkan bahwa para penyihir dan manusia yang melihat, bahwa tali-tali itu adalah sihir. Sedangkan tongkat Nabi Musa merupakan kebenaran.
Allah berfirman yang artinya: “Ahli-ahli sihir itu berkata lagi: “Hai Musa! Siapakah yang akan beraksi lebih dahulu, kamukah atau kami?” jawab Musa: “Silahkan kamu yang beraksi lebih dahulu! tatkala mereka beraksi, mereka dapat menyihir semua mata orang dan menimbulkan rasa takut. mereka telah berhasil memperagakan sihir yang mengagumkan. Lalu kami wahyukan kepada Musa: “sekarang beraksilah dengan tongkat mu!” Sekonyong-konyong nya tongkat Nabi Musa itu menelan semua yang mereka lemparkan. Ketika itu nyatalah benar, dan binasalah apa yang mereka kerjakan. Digelanggang itu, mereka dikalahkan Musa, mereka pulang dengan perasaan malu bercampur hina. Sedangkan tukang sihir dengan serta merta sujud tiarap, Seraya menyatakan: “Kami beriman kepada Tuhan semesta alam. Tuhannya Musa dan Harun!” (QS Ala’raf: 115-122)
Alquran tidak menggunakan kata “hayyah” kecuali satu kali, tatkala Allah memerintahkan Musa melempar kan tongkat di lembah suci, lalu berubah menjadi ular dalam kata “hayyah”. Dan pilihan kata ini sesuai dengan situasi saat itu.
Sedangkan kata “tsu’baan” digunakan dua kali saja dalam Alquran dan seluruhnya digunakan saat berbicara ketika Musa melemparkan tongkatnya di hadapan Firaun. Pilihan kata “tsu’baan” yang berarti ular yang besar ini, juga sesuai konteks untuk memunculkan rasa takut pada Firaun.
Subhanallah, sesungguhnya Alquran menempatkan pilihan kata yang sangat detail dan tepat untuk setiap peristiwa yang mengiringi isinya. Inilah salah satu mukjizat sastra bahasa dalam Alquran, sekaligus membuktikannya berasal dari Allah.
*Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak di bawah ini:
*Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak di bawah ini:
*Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak di bawah ini:
Belum ada komentar untuk Mukjizat Sastra Alquran dalam Kisah Nabi Musa Alaihi Salam Bagian Kedua